Langsung ke konten utama

Langkah "Kartini-Kartini" Sanitasi

Perempuan Indonesia saat ini telah banyak berkiprah dalam segala lini kehidupan di masyarakat. Kondisi ini tidak terlepas dari pernan kartini. Baik itu peranan RA Kartini langsung ataupun 'kartini-kartini lainnya yang ada di Indonesia yang menjadi inspirasi bagi jutaan wanita untuk terus berkarya hingga saat ini. Berbagai buah pikirnya yang diperoleh dari pendidikan menjadikan kartini bersemangat untuk mengangkat harkat dan martabat seluruh wanita Indonesia. Alhasil saat ini seluruh perempuan Indonesia sudah mendapatkan peranan dan kedudukan yang setara dengan laki-laki.

Dalam hal pembangunan wanita memiliki peran yang tidak kalah pentingnya, salah satu dari sekian banyak perannya ada dalam Pembangunan Sanitasi melalui Program SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat). Program SANIMAS sebagaimana telah dilaksanakan sejak tahun 2008 ini memiliki prinsip kesetaraan gender, yang mana melibatkan laki-laki dan perempuan dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari persiapan, perencanaan, pembangunan, hingga pengelolaan. Tidak terkecuali dalam proses pendampingan perempuan memiliki posisi dan peranan yang sama dalam pelaksanaan Program SANIMAS.

Pendampingan pelaksanaan program SANIMAS bukan merupakan hal yang mudah. Pada setiap tim pendampingan terdiri dari dua orang fasilitator yaitu fasilitator teknik dan pemberdayaan yang memiliki peranan berbeda. Sehingga gender tidak menjadi pembeda bahwa fasilitator teknik diperuntukan laki-laki dan fasilitator pemberdayaan untuk perempuan atau sebaliknya, melainkan kompetensi masing-masing lah yang membedakan pembagian peranan ini yang mana hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan, keterampilan, dan  pengalaman. Berikut ini diulas sejumlah kecil tantangan yang telah dan akan selalu diperjuangkan oleh kartini-kartini sanitasi ini :

1. Norma Gender Tradisional
Di banyak komunitas, perempuan belum selalu dianggap punya otoritas untuk berbicara soal teknis atau mengedukasi publik — apalagi terkait topik privat seperti sanitasi atau toilet.

2. Akses ke Forum Pengambilan Keputusan
Kadang musyawarah desa atau rapat pembangunan kerap didominasi oleh laki-laki, dan suara perempuan lebih kecil pengaruhnya. Kondisi ini tentu memerlukan skill komunikasi yang bagus sehingga mampu merangkul semua kalangan termasuk yang rentan.

3.Keselamatan & Mobilitas
Tugas fasilitator sering mengharuskan ke pelosok desa, ke rumah warga satu per satu, atau lokasi yang jauh dari pemukiman. Perempuan sering menghadapi kekhawatiran soal keamanan dan waktu kerja yang terbatas karena beban ganda (pekerjaan + tanggung jawab domestik).

4. Stigma Sosial & Stereotip
Masih ada anggapan bahwa perempuan lebih cocok di urusan rumah tangga, bukan jadi fasilitator lapangan yang berkutat soal infrastruktur atau advokasi sanitasi.

Peran aktif fasilitator perempuan dalam pelaksanaan program SANIMAS telah menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa perempuan mampu menempatkan posisi yang sama dengan laki-laki. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari upaya "Kartini-Kartini" terdahulu dan tentunya peranan "kartini-kartini" saat ini juga turut menentukan bagaimana peranannya di masa mendatang. 

Terakhir, salah satu nilai positif yang menjadi keunggulan pelibatan perempuan sebagai fasilitator adalah kerap mampu menjangkau topik-topik yang dianggap sensitif, dan mungkin terlewatkan dalam sosialisasi atau promosi PHBS oleh fasilitator laki-laki yang berkenaan dengan topik ibu hamil dan menstruasi.  

Menurut kalian apa saja nilai positif atau keunggulan lainnya dari pelibatan fasilitator perempuan yang perlu di kembangkan dalam setiap langkah dari kartini-kartini sanitasi khususnya dalam pembangunan SANIMAS ? Yuks komen di bawah

Komentar

Artikel Populer Lainnya

Tantangan Sanitasi di Masa Bencana

Apa yang terlintas di benak kalian ketika terjadi bencana alam? Kondisi yang memprihatinkan, kesedihan, rasa nelangsa Bencana alam yang terjadi tentunya memberikan dampak pada masyarakat dalam jumlah yang relatif besar. Seperti yang terjadi akibat bencana longsor, banjir, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dll. Pada masa itu tentu setiap individu memiliki kecenderungan untuk menyelamatkan diri masing-masing. Lain halnya dengan pemerintah yang memiliki tanggungjawab untuk menangani dampak dari bencana tersebut. Penanganan yang dilakukan mulai dari evakuasi masyarakat, penyiapan tenda darurat, dapur umum, sarana air bersih sanitasi, hingga  trauma healing. Hal-hal tersebut memerlukan penanganan yang tepat dan melibatkan berbagai stakeholder agar tidak memberikan dampak turunannnya.  Seperti yang terjadi dalam penyediaan sarana air bersih dan sanitasi,  p enanganan sanitasi di masa tanggap bencana itu sangat penting dan sering kali menjadi salah satu faktor krusial ...